TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
A.
Hakekat Perundang-undangan
Nasional
Untuk mempelajari
bagian ini, ada dua kegiatan yang harus kalian lakukan. Pertama, cermati dan
perhatikan gambar di samping ini. Kemudian kalian beri komentar, mengapa dalam
halaman perkantoran ada tulisan dilarang parkir? Mengapa pemilik kendaraan
tersebut tetap memarkirkan kendarannya? Mengapa pihak yang bertugas sebagai
pengaman atau scurity kantor tersebut membiarkan kendaran diparkir? Apa yang
seharusnya dilakukan oleh petugas keamanan kantor ketika melihat pemilik
kendaraan memarkinkan kendaraan di bawah rambu-rambu dilarang parkir?
Kegiatan kedua yang harus kamu lakukan
adalah mencermati uraian, mengerjakan soal-soal latihan atau tugas lainnya,
membuat simpulan dan mengerjakan soal- soal
latihan di bawah ini.
Bagaimana seharusnya seseorang bersikap
dan bertindak baik terhadap sesamanya maupun terhadap alam? Perbuatan-perbuatan
apa saja yang dapat dilakukan oleh seseorang, dan perbuatan-per- buatan apa
saja yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa? Agar dalam bersikap dan bertindak tidak saling meru- gikan di antara sesama manusia diciptakanlah seperangkat
kaidah atau norma atau aturan. Hal ini dikarenakan setiap orang mempu- nyai
keinginan dan kepentingan yang berbeda. Agar kepentingan yang satu dengan yang
lainnya tidak saling bertubrukan dibuatkan seperangkat aturan. Jadi yang
disebut kaidah adalah seperangkat aturan yang mengatur kehidupan ma- nusia
dalam bergaul dengan manusia lainnya.
Apakah di sekitar tempat tinggal kalian
ada orang yang bisa hidup sendiri, dan mampu memenuhi segala kebutuhannya tanpa
bantuan orang lain? Jawabannya sudah pasti
tidak akan ada dan dijumpai dalam kehidu- pan di masyarakat ada orang yang
mampu hidup sendiri, dan tanpa memerlukan bantuan orang lain, sekalipun dia
memiliki jabatan atau pangkat yang tinggi dan harta yang berlimpah. Contoh
lain, seorang ibu yang akan melahirkan anaknya, dia memerlukan bidan atau
dokter atau dukun beranak untuk membantu proses persalinan terse- but. Begitu
juga ketika anak itu sudah lahir, dia memer- lukan orang lain untuk mandi,
berpakaian, mengganti pakaian; dan makan atau menyusu pada ibunya. Bahkan di
dunia ada ceritera yang sangat terkenal, yaitu ceritera tentang Robinson
Crusoe, yang pada akhir ceritera si pengarang memunculkan tokoh Friday sebagai
temannya, begitu juga ceritera tentang Tarsan yang hidup di tengah-tengah hutan
dan ditemani oleh berbagai binatang, pada akhirnya dimunculkan seorang wanita
sebagai teman hidupnya yang akan melahirkan keturunannya. Kesemuanya itu menunjukkan,
bahwa tiada seorang manusiapun yang mampu hidup tanpa bantuan dan pertolongan
orang lain.
Dalam hubungan
antara manusia satu dengan manusia lainnya yang terpenting adalah bagaimana
reaksi yang ditimbulkan dari hubungan tersebut, dan inilah yang menyebabkan
tindakan seseorang menjadi lebih luas. Misalnya dia seorang guru, dia
memerlukan reaksi apakah yang berbentuk punishment (hukuman) atau reward
(hadian/penghargaan) yang kemudian menjadi dorongan untuk melakukan
tindakan-tindakan selanjutnya.
Soerjono Soekanto,
menyatakan, bahwa sejak dilahirkan manusia telah mempunyai dua hasrat atau
keinginan pokok, yaitu :
1.
Keinginan
untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya, yaitu masyarakat
2.
Keinginan
untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Jadi jelas, bahwa
sejak dilahirkannya dan secara kodrat manusia selalu ingin menyatu dengan
manusia lain dan lingkungan sekitarnya dalam suatu tatanan kehidupan
bermasyarakat untuk saling berinteraksi dan memenuhi kebutuhan hidupnya satu
sama lain.
Untuk dapat
menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia dikaruniai akal
pikiran dan perasaan sebagai pendorong dalam beraktivitas. Melalui akal,
pikiran dan perasaannya manusia menghasilkan berbagai barang kebutuhan hidup.
Misalnya untuk melindungi diri dari sengatan matahari, kucuran hujan dan
menghindari serangan binatang buas, manusia membuat rumah. Kemudian untuk
mempertahankan kehidupannya manusia juga mencari dan menciptakan aneka makanan
dan sebagainya. Sebagai bagian dari masyarakat, kita harus dapat melaksanakan
berbagai kaidah hidup yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Dengan demikian kita ikut berpartisipasi
dalam mewujudkan ketertiban di masyarakat. Ketertiban dan masyarakat tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, bagaikan satu mata uang dengan dua sisinya.
Mengapa? Cicero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan: “Ubi societas
ibi ius” artinya apabila ada masyarakat pasti ada kaidah (hukum). Kaidah
(hukum) yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan sifat
masyarakat yang bersangkutan. Dengan adanya kaidah atau norma membuat setiap
anggota masyarakat menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Perbuatan-perbuatan
apa yang dibolehkan dan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya
di masyarakat. J.P. Glastra van Loan menyatakan, dalam menjalankan peranannya,
hukum mempunyai fungsi:
1.
Menertibkan masyarakat dan pengaturan
pergaulan hidup;
2.
Menyelesaikan
pertikaian;
3.
Memelihara dan
mempertahankan tata tertib dan aturan, jika perlu dengan kekerasan;
4.
Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam
rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat;
5.
Memenuhi tuntutan
keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana
disebutkan di atas. Peraturan ada yang tertulis dan tidak tertulis.
Contoh
peraturan tertulis undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden,
peraturan daerah dan sebagainya. Contoh peraturan tidak tertulis adalah hukum
adat, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan
negara atau konvensi. Peraturan yang tertulis memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a.
Keputusan yang
dikeluarkan oleh yang berwewenang,
b.
Isinya mengikat secara
umum, tidak hanya mengikat orang tertentu,
c.
Bersifat abstrak
(mengatur yang belum terjadi).
Ferry Edwar dan Fockema Andreae
menyatakan, bahwa perundang-undangan (legislation, wetgeving atau gezetgebung)
mempunyai dua pengertian, pertama perundang-undangan merupakan proses
pembentukan atau proses membentuk peraturan perundang-undangan negara, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kedua perundang-undangan adalah segala
peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan- peraturan, baik
tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
B.
Landasan Berlakunya
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang akan
dibentuk di negara Republik Indonesia harus berlandaskan kepada Landasan
Filosofis Setiap penyusunan peraturan perundang- undangan harus memperhatikan
cita-cita moral dan cita hukum sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.
1.
Nilai-nilai yang bersumber
pada pandangan filosofis Pancasila, yakni:
a.
Nilai-nilai religius
bangsa Indonesia yang terang- kum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
b.
Nilai-nilai
hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat
kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
c.
Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh,
dan kesatuan hukum nasional seperi yang terdapat di dalam sila Persatuan
Indonesia,
d.
Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat,
se-bagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
e.
Nilai-nilai
keadilan, baik individu maupun sosial seperti yang tercantum dalam sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Landasan
Sosiologis
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai
dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
3.
Landasan
Yuridis
Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis
dalam pembuatan peraturan perundang-undangan memuat keharusan:
a.
Adanya
kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan,
b.
Adanya
kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan,
c.
Mengikuti
cara-cara atau prosedur tertentu,
d.
Tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
C.
Prinsip-prinsip
Peraturan Perundang-Undangan
Lembaga Administrasi Negara menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang
mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah :
1.
Dasar
yuridis (hukum) sebelumnya.
Penyusunan peraturan perundang-undangan harus mempunyai
landasan yuridis yang jelas, tanpa landasan yuridis yang jelas, peraturan
perundang-undangan yang disusun tersebut dapat batal demi hukum. Adapun yang
dijadikan landasan yuridis adalah selalu peraturan perundang-undangan,
sedangkan hukum lain hanya dapat dijadikan bahan dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan tersebut.
2.
Hanya
peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan
yuridis.
Tidak semua peraturan perundang-undangan dapat dijadikan
landasan yuridis. Peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar
yuridis adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait
langsung dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat.
3.
Peraturan
perundang-undangan hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan
perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi.
4.
Peraturan
Perundang-undangan baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.
Dengan dikeluarkannya suatu peraturan perundang-undangan
baru, maka apabila telah ada peraturan perundang-undangan sejenis dan sederajat
yang telah diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku. Prinsip
ini dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah lex posteriori derogat lex
priori.
5.
Peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah.Peraturan perundang-undangan yang secara
hierarki lebih rendah kedudukannya dan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, maka secara otomatis dinyatakan batal
demi hukum. Contoh suatu keputusan menteri tidak dibenarkan bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan
Undang-undang, dan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
6.
Peraturan
Perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum. Apabila terjadi pertentangan antara
peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum yang sederajat tingkatannya, maka yang
dimenangkan adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (prinsip lex
specialist lex ge-neralist). Misalnya bila ada masalah korupsi dan terjadi
pertentangan antara undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi dengan
KUHP, maka yang berlaku adalah UU no. 20 tahun 2001.
7.
Setiap
jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda. Setiap UU yang
dikeluarkan pemerintah hanya mengatur satu obyek tertentu saja. Contoh
undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2004 mengatur masalah Kehakiman,
UU nomor 5 tahun 2004 mengatur Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi diatur dalam
undang-undang nomor 24 tahun 2003. Jadi sekalipun ketiga lembaga tersebut
sama-sama bergerak di bidang hukum namun materinya berbeda, sehingga diatur
oleh undang-undang yang berbeda.
D.
Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan
Sejak Indonesia merdeka tangal 17 Agustus 1945 ada
beberapa peraturan yang mengalami tata urutan perundang-undangan, yaitu:
Pertama, Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966 tentang
“Memorandum DPR-GR mengatur “Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia”. Kedua,
pada era reformasi, MPR telah mengeluarkan produk hukum yang berupa Ketetapan
MPR Nomor III/MPR/2000 tentang “Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan”. Ketiga pada tahun 2004 melalui UU RI no. 10 tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Lahirnya UU RI no. 10 tahun 2004 tidak terlepas dari
tuntutan reformasi di bidang hukum. MPR pada tahun 2003 telah mengeluarkan
Ketetapan nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan kembali terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (19) Ketetapan MPR No.I/MPR/2003, maka
status dan kedudukan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 digolongkan pada Ketetapan
MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. Sedangkan
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 adalah tergolong Ketetapan MPR yang tetap
berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang (sebagaimana dinyatakan dalam
pasal 4 ayat (4) ).
Pada tahun 2004 lahir Undang-undang nomor 10 tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di dalam pasal 7 ayat (1)
undang-undang tersebut dicantumkan mengenai Jenis dan Hierarki Peraturan
Perundang-undangan. Dengan demikian,
maka TAP MPR No. III/MPR/2000 otomatis dinyatakan tidak berlaku. Rumusan pasal 7 ayat (1) Undang-undang nomor
10 tahun 2004 sebagai berikut:
1.
Jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sbb:
a.
Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Idonesia Tahun 1945
b.
Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
c.
Peraturan
Pemerintah
d.
Peraturan
Presiden
e.
Peraturan
Daerah (Perda)
2.
Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a.
Peraturan
Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur
b.
Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabuapetn/Kota bersama Bupati/Walikota
c.
Peraturan
Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama
lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
3.
Ketentuan
mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur
oleh peraturan daerah/Kabupaten/Kota yang bersangkutan
4.
Jenis
Peraturan Perundang-undangan selain seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
5.
Kekuatan
hukum Peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Untuk lebih memahami tata urutan peraturan per-undang-undangan
sebagaimana diatur pasal 7 ayat (1) UU RI No. 10 tahun 2004 cermati uraian
berikut:
1.
Undang-Undang
Dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis
Negara Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. L.J.
van Apeldoorn menyatakan Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari suatu
konstitusi. Sedangkan E.C.S. Wade menyatakan Undang-Undang Dasar adalah naskah
yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu
negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar
memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, hak-hak asasi manusia,
prosedur mengubah UUD, dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang
Dasar.
Ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi
negara Republik Indonesia merupakan:
a.
bentuk
konsekuensi dikumandangkannya kemerdekaan yang menandai berdirinya suatu
negara baru.
b.
wujud
kemandirian suatu negara yang tertib dan teratur.
c.
mengisi
dan mempertahankan kemerdekaan.
Undang-Undang
Dasar pada umumnya berisi hal-hal sebagai berikut :
a.
Organisasi
negara, artinya mengatur lembaga-lembaga apa saja yang ada dalam suatu negara
dengan pembagian kekuasaan masing-masing serta prosedur penyelesaian masalah
yang timbul di antara lembaga tersebut.
b.
Hak-hak
asasi manusia
c.
Prosedur
mengubah Undang-Undang Dasar,
d.
Memuat
larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar, seperti tidak
muncul kembali seorang diktator atau pemerintahan kerajaan yang kejam.
e.
Memuat
cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara.
Dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, menurut Miriam Budiardjo, Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai
kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini
dikarenakan :
a.
UUD
dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa,
b.
UUD
dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur,
c.
UUD
adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar
organisasi kenegaraan suatu bangsa,
d.
UUD
memuat garis besar tentang dasar dan tujuan negara.
Sejak era reformasi UUD 1945 telah mengalami perubahan
yang dilakukan melalui sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan
pertama tanggal 12 Oktober 1999, perubahan kedua tanggal 18 Agustus 2000,
perubahan ketiga tanggal 9 November dan perubahan keempat tanggal 10 Agustus
2002.
Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dalam upaya
menjawab tuntutan reformasi di bidang politik dan/atau ketatanegaraan.
Konsekwensi perubahan terhadap UUD 1945 berubahnya struktur kelembagaan, baik
dilihat dari fungsi maupun kedudukannya. Ada lembaga negara yang dihilangkan,
ada juga lembaga negara yang baru. Lembaga yang dihilangkan adalah Dewan
Pertimbangan Agung, lembaga yang baru di antaranya Komisi Yudisial dan Mahkamah
Konstitusi
2.
Undang-undang
Undang-undang merupakan peraturan perundang-undangan
untuk melaksanakan UUD 1945. Lembaga yang berwenang membuat UU adalah DPR
bersama Presiden. Adapun kriteria agar suatu permasalahan diatur melalui
Undang-Undang antara lain adalah:
a.
UU
dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945,
b.
UU
dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,
c.
UU
dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada,
d.
UU
dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia,
e.
UU
dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.
Adapun prosedur pembuatan undang-undang adalah sebagai
berikut:
a.
DPR
memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
b.
Setiap
Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.
c.
Rancangan
Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.
DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan:
1)
Otonomi
daerah,
2)
Hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
3)
Pengelolaan
sumber daya alam,
4)
Sumber
daya ekonomi lainnya, dan
5)
Yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah penganti Undang-Undang (PERPU)
dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. PERPU
dibuat dalam keadaan “darurat” atau mendesak karena permasalahan yang muncul
harus segera ditindaklanjuti. Setelah diberlakukan PERPU tersebut harus
diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
4.
Peraturan
Pemerintah
Untuk melaksanakan suatu undang-undang, dikeluarkan
Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah dibuat untuk melaksanakan
undang-undang. Kriteria pembentukan Peraturan Pemerintah adalah sebagai
berikut.
a.
Peraturan
Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya. Setiap pembentukan
Peraturan Pemerintah harus berdasarkan undang-undang yang telah ada. Contoh
untuk melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dibentuk Peraturan Peme-rintah nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
b.
Peraturan
Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika UU induknya tidak
mencantumkan sanksi pidana. Apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah harus
merupakan rincian atau penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang induknya,
jadi ketika dalam undang-undang itu tidak diatur masalah sanksi pidana, maka
Peraturan Pemerintah-nyapun tidak boleh memuat sanksi pidana.
c.
Peraturan
Pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya. Isi
atau materi Peraturan Pemerintah hanya mengatur lebih rinci apa yang telah
diatur dalam Undang-Undang induknya.
d.
Peraturan
Pemerintah dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan
secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan UU.
Dibentuknya Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan
undang-undang yang telah dibentuk. sekalipun dalam undang-undang tersebut tidak
secara eksplisit mengharuskan dibentuknya suatu Peraturan Pemerintah.
5.
Peraturan
Presiden
Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribut dari Pasal
4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan
lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas
maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.
6.
Peraturan
Daerah
Peraturan
Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan
Kabupaten atau Kota, untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dan dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Oleh karena itu dalam
pembuatan Peraturan Daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Materi
Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan.
Tata
Perundangan menurut UU No.12 Tahun 2011 . Dalam UU No.12 Tahun 2011 pasal 7
ayat 1 disebutkanJenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
1.
Undang-Undang Dasar
Negara Republik IndonesiaTahun 1945;
2.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
3.
Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4.
Peraturan Pemerintah;
5.
Peraturan Presiden;
6.
Peraturan Daerah
Provinsi; dan
7.
Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Dan kekuatan hukumnya
ditegaskan pada pasal 7 ayat 2 : Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan
sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Jenis Peraturan
Perundang-undangan ini mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,
Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Suatu undang-undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan, suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Suatu undang-undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan, suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
1.
Undang-undang dasar 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis,
konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan
sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak
tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR
pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami
4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober
1999 → Perubahan Pertama UUD 1945Ø
Ø
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
Ø Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945Ø
Ø Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945Ø
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar
dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. UUD1945 mulai berlaku sejak
18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949, setelah itu terjadi perubahan dasar negara
yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden
tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan
sekarang.
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, atau disingkat Ketetapan MPR atau TAP
MPR, adalah bentuk putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal
yang bersifat penetapan. Pada masa sebelum Perubahan (Amandemen) UUD 1945,
Ketetapan MPR merupakan Peraturan Perundangan yang secara hierarki berada di
bawah UUD 1945 dan di atas Undang-Undang. Pada masa awal reformasi, ketetapan
MPR tidak lagi termasuk urutan hierarki Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia. Namun pada tahun 2011, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011, Tap MPR kembali menjadi Peraturan Perundangan yang secara hierarki berada
di bawah UUD 1945. Merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban
kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
Contoh :
TAP MPR
NOMOR III TAHUN 2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR III/MPR/2000
3.
Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan
Yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa
undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk
legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang
mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan
begitu pula sebaliknya.
Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG
“LARANGAN MEROKOK”
4.
Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang .
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (atau disingkat Perpu) adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang. Perpu
ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus diajukan ke DPR
dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU tentang Penetapan
Perpu Menjadi Undang-Undang. Pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi
Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU.
DPR hanya dapat menerima atau menolak Perpu. Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu
tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu
tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan tersebut.
Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam
keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
Perpu dibuat oleh presiden saja,
tanpa adanya keterlibatan DPR
a.
Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang
berikut.
b.
DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak
mengadakan perubahan.
c.
Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Contoh : bahwa Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan
undang-undang yang baru; diganti dengan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Contoh: PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
5.
Peraturan pemerintah (PP) Peraturan
Pemerintah
Peraturan
Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi
muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya. Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1987 TENTANG SATUAN TURUNAN,
SATUAN TAMBAHAN, DAN SATUAN LAIN YANG BERLAKU
Dan
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48
TAHUN 1973 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH
6.
Peraturan Presiden
Peraturan
Presiden disingkat Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh
Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan
oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi
untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Perpres merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang baru di Indonesia, yakni sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
Perpres merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang baru di Indonesia, yakni sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
7.
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan
Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Kepala Daerah
(gubernur).
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur.
Peraturan daerah dan keputusan
kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi
yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah
administrasi. Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah
tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat
menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundangan diatasnya.
PERATURAN
DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI
PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan PERDA NO. 10 TAHUN 2008 PERATURAN
DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAH AN PROVINSI JAWA BARAT
8.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. dibentuk oleh
DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi. Materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan
persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
Contoh :
“ PERATURAN DAERAH KABUPATEN
DAERAH TINGKAT II GRESIK” NOMOR 01 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 01 TAHUN 1989 TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK TAHUN
ANGGARAN 1989/1990
Selain dari hal-hal diatas, yang
menjadi sumber Hukum Tata Negara adalah :
1.
Konvensi
Menurut
A.V. Dickey konvensi dapat mempunyai arti dan terdiri dari: understandings
(pengertian-pengertian), habits (kebiasaan-kebiasaan atau kelaziman-kelaziman)
dan practices (praktek-praktek) yang berkaitan dengan ketatanegaraan, yang
tidak dapat dipaksakan.
Menurut
penjelasan umum UUD 1945 konvensi : “aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”
contoh : ngaben
UUD
adalah sebagian dari Hukum Dasar “Hukum Dasar
yang tertulis” dan Konvensi
adalah hukum Dasar “Hukum Dasar
yang tidak tertulis”
Penggunaan konvensi sebagai
sumber hukum tata negara diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan dan tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan
kehidupan negara.
Contoh Konvensi dalam Hukum Tata
Negara di Indonesia :
a.
Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari
menjelang peringatan Hari kemerdekaan RI)
b.
Upacara Bendera Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17
Agustus
c.
Peletakan Posisi Photo Presiden dan Wakil Presiden di
Kantor-kantor pemerintahan.
d.
Pemberian grasi , amnestis , abolisi atau rehabilitasi
pada hari kemerdekaan , hari raya keagamaan secara serentak.
2.
Traktat
Traktat sebagai sumber Hukum Tata
Negara, Traktat sebagai suatu bentuk perjanjian antar negara (baik bilateral
maupun multilateral), mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang
mengadakan perjanjian itu.Perjanjian antar negara juga dapat merupakan bagian
dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai
kekuatan mengikat.
Contoh Traktat:
“perjanjian internasional yang
diadakan antara pemerintahan NKRI dengan Pemerintahan Republik Rakyat Cina
tentang “ dwikenegaraan
Posting Komentar